OPINI – Momentum historis Sumpah Pemuda tahun 1928 seakan menjadi sebuah monument menghentak sejarah yang tentunya memberikan simbol bahwa peran pemuda seakan tidak pernah absen dalam memainkan peran-peran penting yang terus mewarnai ruang publik dalam merubah ataupun memperbaiki keadaan masyarakat termasuk juga merubah arus perpolitikan tanah air. Sebab peristiwa sumpah pemuda harus terus di ingat sebagai peristiwa “politik” berupa konsolidasi gerakan kebangsaan untuk dijadikan sebagai gelombang pemikiran baru menuju sebuah Negara yang terbebas dari kengkangan kolonialisme.
Keberanian sekelompok pemuda yang mempelopori gerakan perlawanan berbekalkan ide serta gagasan kritis kebangsaan yang tercora dalam satu konsep nasionalisme sehingga menjadi salah satu simpul penting atas terbentuknya sebuah Negara dengan keragaman kultur, etnis dan budaya yaitu Indonesia. Sekelompok anak muda yang berani menjadi pelopor, kehadirannya dengan membawa pembaharuan ide dan paradigma nasionalisme sebagai dasar sekaligus tujuan, merupakan 3 semangat awal sumpah pemuda yang masih cukup relevan untuk di refleksikan dalam dinamika politik pemuda khususnya menghadapi momentum perhelatan rotasi kepemimpinan di negeri ini.
Refleksi pemuda di era ini, mesti terus menjadi wahana untuk terus berbenah sehingga di setiap 28 oktober pemuda tidak sekedar merayakan seremoni belaka namun harus tampil dengan berbagai kreasi, sehingga sumpah pemuda menjadi kristalisasi atas perjuangan panjang bagi para pemuda yang mampu melahirkan sebuah bangsa, tanah air dan bahasa sebagai simbol pemersatu bangsa.
Dengan perjuangan yang panjang inilah menjadi spirit persatuan yang mampu mengandeng seluruh perbedaan dalam satu keberagaman yang terus terawat hingga saat ini. Perjuangan para pemuda kala itu mengesampingkan semangat primordialisme untuk tujuan yang lebih besar yaitu persatuan Indonesia.
Pemuda dan Pemilu 2024
Kurang lebih empat bulan lagi, gendang perayaan demokrasi di negeri ini kembali di tabuh. Namun kali ini perayaan momentum lima tahunan itu di gelar di atas rezim pemilu legislative dan pemilu presiden. Dengan dimulainya tahapan pemilu saat ini memberikan peluang bagi para pemuda untuk turut berpartisipasi baik sebagai penyelenggara, pengawas maupun peserta pemilu.
Sebagai bagian dari komponen bangsa, pemuda tidak harus melepaskan diri dan menghindar dari percaturan politik tanah air, seperti apa yang disebutkan oleh Aristoteles bahwa hakekat manusia termasuk pemuda adalah “Zoon Politicon” atau mahluk politik. Dimana, setiap orang secara alami memiliki dorongan untuk hidup berkelompok dan bermasyarakat dengan baik.
Agar tercipta kondisi yang nyaman dan tentram, karena pada dasarnya perlu terus di ingat bahwa manusia tidak bisa berinteraksi secara baik tanpa hidup bermasyarakat.
Pemilu merupakan pengejewantahan sistem demokrasi langsung, berikan kesempatan yang luas pada pemuda untuk berpartisipasi menentukan secara langsung pemimpinnya tanpa melalui perwakilan. Penggunaan hak pilih oleh pemuda tentu memberikan andil yang cukup besar dalam memperbaiki tatanan pemerintahan di negeri ini, bukan justru sebaliknya acuh dan tidak mau tahu.
Memang, menurut sebagian kalangan saat ini banyak anak muda yang mempersepsikan bahwa politik cenderung buruk dengan meluasnya kasus penyelewengan wewenang oleh oknum-oknum politik. Padahal jika di lacak pertumbuhan usia muda dari usia 17 sampai 30 tahun merupakan sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
Bonus demografi ini tentunya sangat signifikan dan partisipasi mereka akan sangat berpengaruh dalam menentukan hasil pemilu mendatang. Kehadiran pemuda dalam menyonsong kontestasi pemilu yang sehat sangatlah diperlukan sehingga tekanan angka golput mampu di minimalisir.Berkaca pada pemilu-pemilu sebelumnya, peran pemuda dapat dilakukan setidaknya pada empat hal.
Pertama, bagi yang bernyali besar akan ikut berkompetisi menjadi calon legislativ. Peran kedua, adalah sebagai penyelenggara pemilu pada level kabupaten maupun level kecamatan dan desa. Peran ketiga, yakni menjadi pengontrol atau relawan yang turut memberikan pendidikan politik atau mengajak masyarakat untuk mengawasi setiap kecurangan yang terjadi dalam pemilu. Yang keempat peran pemuda adalah menjadi pemilih yang rasional yaitu mereka yang menggunakan hak pilih secara jernih tanpa paksaan pihak manapun.
Sudah saatnya pemuda mengambil peran itu. Jangan sampai dalam diri pemuda ditanamkan perasaan sentimen atau prasangka buruk terhadap perhelatan demokrasi yang digelar setiap lima tahun sekali.
Menguatkan politik Pemuda
Sebagaimana momentum historis sumpah pemuda, peristiwa tersebut merupakan hasil pergumulan pemikiran yang panjang tentang nasib bangsa yang terjajah. Nasionalisme sebagai sebuah pemikiran baru telah menarik minat sedemikian besar karena telah menjadi ciri mentalitas golongan pemuda yang menyukai tantangan dan ide-ide baru yang progresif.
Mental dan energi yang besar ini harus dijiwai dan di gerakkan dalam kesadaran sosial. Pemuda adalah kelompok yang memiliki idealism tinggi, mempunyai posisi yang kuat, posisi yang tidak mudah digoyahkan, independen dan merdeka. Sebagai pemuda yang peduli akan tanah kelahiran, sudah semestinya pemuda tidak boleh menjadi penonton yang baik, yang siap menerima setiap keputusan yang ada.
Seolah-olah tidak perduli dengan siapapun yang akan menjadi keterwakilan masyarakat di lembaga legislativ, bagaimana janji politiknya sewaktu kampanye. Pemuda harus turut mengawal setiap proses pemilu yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan.
Akhirnya mau kemana arah pikiran pemuda ini kita labuhkan, saya mencoba merenungi apa yang disebutkan oleh seorang sastrawan muda Indonesia, Soe Hok Gie, bahwa di dunia ini ada dua pilihan, pertama menjadi orang yang apatis, atau menjadi orang yang oprtunis dan Soe Hok Gie memilih menjadi orang yang merdeka.
Karena dalam jiwa yang merdekalah kemampuan memilih itu ada. Tentu saja jiwa merdeka itu butuh ruang persemaian yang subur berupa kebebasan mengekspresikan gagasan, mempunyai akar yang kuat dengan kapasitas pikiran yang berkualitas, serta ranting dan dahannya yang menaungi sekitarnya dengan kepedulian yang tinggi pada dinamika sosial politik masyarakatnya.
Oleh: Mohtar Umasugi, Akademisi STAI Babussalam Sula, Maluku Utara