Kategori
Kepulauan Sula

Cerita Rizkiwati, Seorang Tenaga Kesehatan Asal Pulau Seram Yang Bertugas Di Sula

SULA – Pengalaman adalah guru terbaik, mungkin itu ungkapan yang cocok untuk mengggambarkan sosok Rizkiwati Pattiekon, salah satu tenaga kesehatan Program Nusantara Sehat (NS) tahun 2021 yang tengah bertugas di desa Fuata Kecamatan Sulabesi Selatan pada tahun 2022.

Program yang diluncurkan Kementerian Kesehatan ini, bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada pusat kesehatan masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, daerah bermasalah kesehatan, dan daerah lain untuk memenuhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Seorang yang lolos sebagai tenaga kesehatan pada program NS harus siap mengabdikan diri selama dua tahun di daerah yang ditempatkan. Jauh dari orang tua dan sanak keluarga menjadi konsekuensi yang harus dihadapi Rizkiwati.

Dia sadar betul akan hal itu. Namun, tak bisa dipungkiri rasa rindu ingin bertemu dan berkumpul bersama orang tua dan sanak saudara kerap kali menghampirinya.

Sebab, saat ini perempuan berdarah Seram Maluku itu hanya hidup bersama beberapa teman di rumah kontrakan berukuran kecil sehingga rasa sunyi dan sepi menjadi teman kesehariannya setelah selesai dengan kesibukannya sebagai tenaga kesehatan yang melayani masyarakat desa Fuata dan Waitamua.

Rizkiwati Pattiekon dinyatakan lolos setelah mengikuti seleksi yang ketat dan ditempatkan di UPTD Puskesmas Fuata, Kiki sapaan akrabnya tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Pasalnya, desa Fuata dan waitamua yang menjadi rumah bagi dirinya dalam dua tahun adalah sebuah tempat yang sangat asing bagi dirinya bahkan untuk mendengar nama desa tersebut juga belum pernah.

Hati dan pikiran perempuan kelahiran 1997 itu mulai campur aduk, mengingat jarak yang ditempuh juga cukup jauh terlebih jarak dari pusat kota ke Desa Fuata/waitamua juga cukup jauh. Itu artinya, kondisi jaringan internet dan telpon jauh dari layak seperti di pusat-pusat kota.

Kiki mengisahkan dia sampai harus ke pantai untuk bisa menghubungi sanak keluarga yang ada di Seram, Maluku.

“Jaringannya seringkali lelet jadi untuk bisa dapat jaringan yang bagus harus ke pantai tapi untungnya jarak kontrakan ke pantai lumayan dekat,” ucapnya, Selasa (16/01/2024).

Baca juga: Cerita Seorang Pemuda Asal Sula Lulusan Arsitek, Pilih Jadi Tukang Pangkas Rambut

Selain itu, pengalaman perdana baginya dan tak terlupakan, ialah mencoba angkutan transportasi umum khas kabupaten Sula yang di sulap menjadi mobil angkutan penumpang.

“Awalnya saya kaget karena harus pakai transportasi umum atau angkot tapi uniknya disini disebut oto Gem Kau Beren, jadi itu bukan mobil angkutan pada umumnya di kota-kota tapi ini mobil open cap yang dimodifikasi diberi tutupan diatasnya sehingga penumpang tidak kepanasan,” tandasnya.

Baca juga: Cerita Mahasiswa Unkhair Asal Sula Yang Kerap Kampanyekan Kebersihan Di Taman Wansosa

Dengan waktu tempuh kurang lebih dua jam dari pusat kota, Kiki mengaku benar-benar terkejut dengan pengalaman yang ada. Sebab kondisinya dia harus rela berdesak desakan dengan penumpang lainnya belum lagi dengan barang bawaan yang juga ikut memenuhi isi mobil.

“Kaget karena saya belum pernah merasakan sebelumnya, tapi seru dan tidak terlupakan juga,” tambahnya.

Baca juga: Ratusan Rekening Dikelola Sejumlah OPD Di Sula Jadi Temuan BPK, Ada Juga Rekening Siluman

Meski begitu, dia mengaku senang karena secara kultur dan bahasa, masyarakat desa Fuata dan Sanana secara umum tidak jauh berbeda dengan daerahnya.

“Awalnya saya pikir, di Desa Fuata bahasanya seperti di Ternate, tapi hampir mirip dengan Ambon,” akuinya dengan rasa penuh syukur.

Baca juga: Perdana Tampil, SD Negeri Ona Di Kepsul Langsung Raih Juara III Se Maluku Utara

Disamping itu, dari segi makanan juga yang tidak jauh berbeda, awalnya memang agak sulit beradaptasi tapi bersyukur karena punya beberapa kesamaan sehingga cukup senang. Apalagi segala macam kebutuhan bisa terpenuhi terutama dari makanan.

Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, ungkapan peribahasa ini cukup mewakili Kiki yang hidup di perantauan, bahwa dia mungkin senang di negeri orang dengan hidup berkecukupan akan tetapi hidup di negeri sendiri dengan apa adanya jauh lebih baik.

“Beratnya di rindu kepada keluarga tapi memang itu wajar dan harus dilewati,” katanya.

Baca juga: Melihat Negeri Sula Tercinta Dalam “SIKONTOL” Ada Geli-Gelinya Juga

Terlebih, saat dia melayani pasien di puskesmas yang sebaya dengan sang ibu, Zahra Kalimagung. Rindu ingin dipeluk ibu itu benar-benar terasa disitu.

Di sisi lain, Kiki juga gelisah terhadap kondisi yang dihadapi terutama dari segi pelayanan kesehatan. Diakuinya, kesadaran masyarakat setempat yang masih dominan terhadap pengobatan tradisional.

“Kalau seperti ini kondisinya memang langkah utama saat ini kita berikan edukasi terhadap masyarakat desa Fuata Waitamua, desa Wai Gay dan sekitarnya,” ungkap lulusan Universitas Bakti Kecana Bandung ini.

Baca juga: Masjid Pertama Di Lingkungan Isda Kepsul, Bulan Depan Resmi Digunakan

Kiki juga berharap ketersediaan Puskesmas Pembantu (Pustu).

“Kita dorong terus dengan edukasi sambil berharap adanya ketersediaan Pustu,” tegasnya.

Baca juga: Tuntut Laporannya Segera Ditindaklanjuti Inspektorat, Warga Desa Fukweu Tolak Musdes Dan Boikot Kantor Desa

Meski, dari segi pendidikan masyarakat di desa tersebut masih minim terutama dibandingkan dengan warga dari desa yang sudah terlihat kesadarannya terhadap pentingnya kesehaatan dimulai sejak awal.

“Kasus yang sering terjadi itu mereka kebanyakan masih melakukan pengobatan tradisional, nanti sampai sakitnya mulai parah baru dibawa ke kota,” sesalnya.

Baca juga: Di Pulau Taliabu, Lagi Viral Pejabat Kompak Amnesia Berjamaah, Begini Persoalannya

Kondisi inilah yang masih menjadi PR bagi diri Kiki, terlebih mengingat masa pengabdiannya sudah tidak lama lagi. Pada Maret 2024, perempuan dengan tinggi badan 150 itu harus meninggalkan desa Fuata dan kembali ke daerahnya karena telah menyelesaikan program NS.

“Harapannya masyarakat terus berbenah dan mulai meningkatkan kesadaran terkait kenali gangguan kesehatan sejak dini dan mau berkonsultasi dengan tenaga kesehatan setempat serta tidak menunggu sampai kondisinya parah,” ungkap Kiki.

Baca juga: Dinilai Kebijakannya Merusak Alam Di Maluku Utara, Kedatangan Jokowi Dapat Kecaman

Sembari mengaku rencana kedepannya agar bisa melanjutkan studi di jenjang S2 dan menjadi dosen untuk melaksakan proses pembelajaran di dunia perkuliah.

“Cita-cita saya ingin lanjut S2 dan bisa mengajar di kampus,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *