KILAS BALIK PERUBAHAN MODEL PEMILU SERENTAK

OPINI – Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan memisahkan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan Pemilu daerah atau lokal. Putusan ini diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan pada Kamis 26 Juni 2024 di ruang Sidang Pleno MK. Pemilu nasional meliputi jenis Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden. Sedangkan Pemilu daerah meliputi Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota serta Pemilihan Gubernur -Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati serta Walikota-Wakil Walikota. Dalam putusan MK tersebut kedua Pemilu ini dipisah dalam jeda dua tahun.

Gugatan tersebut diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang di register MK dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024 tanggal 4 Oktober 2024. Perludem mengajukan gugatan terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Perludem menilai Pemilu Serentak dengan lima kotak suara melemahkan pelembagaan Partai Politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat. Lebih lanjut menurut Perludem, pelaksanaan Pemilu lima kotak membuat Partai Politik tidak punya waktu yang cukup untuk melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik dalam pencalonan legislatif tiga level (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota) sekaligus. Sesuai alasan-alasan yang diajukan tersebut, Perludem meminta Mahkamah agar Pemilu dipisah menjadi Pemilu Nasional untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden serta Pemilu Daerah untuk memilih Anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan kepala daerah. Perludem juga meminta ada jeda 2 tahun antara kedua Pemilu.

Setelah putusan MK diberitakan di sejumlah media nasional terutama melalui platform media sosial, publik pun bertanya-tanya, persoalan apa yang menyebabkan model Pemilu serentak nasional dan daerah ini berubah dari penyelenggaraan Pemilu sebelumnya. Tulisan ini bermaksud melakukan flashback mengenai latar belakang perubahan model Pemilu serentak berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah. Dalam proses sejarah demokrasi elektoral Indonesia, terjadi perubahan signifikan pasca jatuhnya rezim otoriter Orde Baru pada Mei 1998 yang menghembuskan semangat reformasi disegala lini kehidupan, khususnya reformasi politik secara besar-besaran merubah semua struktur politik kearah lebih liberal. Pemilu 1999 digelar sebagai pemilu pertama pascareformasi diikuti oleh 48 partai politik dengan sistem dan mekanisme pemilu persis sama seperti pemilu di era sebelumnya. Parlemen hasil pemilu 1999 kemudian melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat tahap membentuk demokrasi Indonesia yang terus melangkah dari era transisi menuju konsolidasi. Hasil amandemen konstitusi tersebut melahirkan tiga ketentuan penting yaitu presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum, pembentukan lembaga representasi baru mewakili daerah yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai perwakilan setiap daerah provinsi di parlemen, serta pemilihan kepala daerah langsung.

Penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden pada Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu 2014 dilaksanakan secara terpisah. Hal ini dianggap tidak konstitusional. Efendi Ghazali dan Koalisi Masyarakat Menggugat kemudian melakukan aksi menggugat UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terhadap gugatan tersebut kemudian keluarlah putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013. Menurut Mahkamah Konstitusi, memisahkan pemilu legislatif dan pemilu presiden adalah inkonstitusional. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam keserentakan Pileg dan Pilpres ini memiliki tiga alasan yaitu, efisiensi anggaran, penguatan sistem presidensial, dan original intent. Putusan MK ini menjadi dasar yang menetapkan kebijakan tentang pemilihan umum serentak dan mulai dilaksanakan pada Pemilu 2019.

DPR dan Pemerintah sebegai pembentuk undang-undang juga menyetujui hasil putusan MK tersebut dengan alasan logis efisiensi dari sisi anggaran dan waktu ketika Pemilu presiden dan Pemilu legislatif dilaksanakan secara serentak pada waktu yang sama. Selain itu, pencalonan presiden tidak akan tersandra oleh koalisi partai partai politik dalam dukungan pada saat pencalonan. Skema pemilu serentak akan memperkuat skem sistem presidensial yang merupakan amanat konstitusi. Dengan kata lain, skema pemilu serentak membuat proses politik dalam kandidasi pilpres bersih dari lobi-lobi dan negosiasi politik dari partai-partai politik hanya untuk kepentingan sesaat.

Putusan MK 14/2013 kemudian di undangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, sehingga Pemilu DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada tanggal 17 April 2019 dilaksanakan secara serentak. Pada pelaksanaannya terdapat beberapa masalah yang menonjol berupa munculnya kompleksitas secara teknis manajemen di lapangan. Para analis kepemiluan menemukan sejumlah persoalan pada keserentakan Pemilu 2019 dari sisi sistemik dan manajemen operasional, kemudian mengemukakan opsi-opsi perbaikan untuk Pemilu 2024.

Penyelenggaraan Pemilu 2024, model Pemilu serentak lima kotak relatif sama dengan Pemilu 2019 karena masih mendasarkan pada regulasi yang sama yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, namun KPU sebagai pelaksana teknis penyelenggaraan Pemilu telah melakukan inovasi pada sejumlah tahapan terutama penyederhanaan administrasi hasil pemilu di TPS dan penggunaan tenknologi informasi seperti Sirekap. Pelaksanaan Pemilu lima kotak tahun 2024 juga tidak luput dari persoalan dalam setiap tahapannya, bahkan beberapa hal yang menjadi tujuan dilaksanakan Pemilu serentak belum tercapai, sehingga perubahan model keserentakan berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah ini perlu dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah model Pemilu serentak yang telah di putuskan MK.

Putusan MK mengenai pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah sebenarnya bukan isu baru. MK dalam salah satu putusannya memberi pembuat undang-undang untuk memilih sejumlah opsi model Pemilu serentak nasional dan Pemilu serentak lokal. Ketentuan itu terdapat dalam putusan MK nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diputuskan pada 26 Februari 2020, yang digugat Perludem mengenai format Pemilu nasional dan Pemilu daerah. MK dalam putusan tersebut mengajukan 6 (enam) model atau skema Pemilu serantak. Pertama, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, dan anggota DPRD. Pemilu serentak semacam ini disebut pemilu lima kotak seperti pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024. Kedua, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati-Walikota. Ketiga, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Pemilu serentak semacam ini disebut Pemilu serentak tujuh kotak. Keempat, Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota. Kelima, Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota. Keenam, Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden.

Menurut Didik Supriyanto, alternatif pada point keempat setidaknya tidak membuat pemilih bingung, tidak memberatkan penyelenggara pemilu dan membikin bergema kampanye partai politik pasangan calon eksekutif maupun calon legislatif. Juga memperkuat sistem presidensial ditingkat nasional dan lokal (Supriyanto, 2020). Alternatif keempat dianggap pilihan yang sesuai bagi proses elektoral berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah. Namun, secara teknis manajerial kemungkinan masih terdapat problem teknis manajerial terutama pada Pemilu daerah.

Sebenarnya, geliat pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah telah digaungkan oleh analis dan praktisi pemilu. Khoirunnisa Nur Agustyati (editor) dalam Evaluasi Pemilu Serentak 2019: Dari Sistem ke Manajemen Pemilu, menegaskan bahwa salah satu model yang yang paling relevan dan mendekati kebutuhan adalah model Pemilu serentak nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPR dan DPD kemudian Pemilu serentak lokal dengan memilih kepada daerah serta memilih DPRD. Selanjutnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menawarkan tiga opsi keserentakan Pemilu 2029 (Bingkai Nasional, 9/5/2025). Opsi pertama tetap sama seperti Pemilu dan Pilkada tahun 2024 kemarin. Opsi kedua pemisahan Pemilu Nasional DPR, DPD dan Presiden-Wakil Presiden kemudian selang tahun berikutnya pelaksanaan Pemilu Lokal memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur dan Bupati/Walikota pada tahun 2030 atau tahun 2031. Opsi ketiga, pelaksanaan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak dengan jeda waktu tidak seperti pada pelaksanaan tahun 2024 kemarin. Menurut Bagja, varian kedua dan ketiga perlu dipertimbangkan. Pernyataan analis dan praktisi pemilu diatas menegaskan bahwa pilihan yang telah di tetapkan sebagaiman putusan MK mengenai pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu lokal dianggap sebagai pilihan yang tepat.

Perubahan format keserentakan berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah ini pastinya harus memiliki payung hukum, maka dalam waktu dekat sebelum pelaksanaan tahapan pemilu sudah dilakukan revisi Undang-Undang Pemilu maupun Undang-Undang Pilkada. Sebagaimana diberitakan, Komisi II DPR RI akan memulai pembahasan mengenai revisi UU Pemilu dimulai tahun 2026 (Detik News, 8/5/2025). Menurut MK, memisahkan keserentakan Pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden dengan Pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, serta walikota-wakil walikota adalah konstitusional. Hal ini untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas, memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih.

Sebagaimana dilansir dari website MK, berikut sejumlah asumsi pokok dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 dalam sidang Putusan pada Kamis (26/6/2025). Pertama, menenggelamkan masalah pembangunan daerah, dalam hal Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal yang diselenggarakan dalam waktu berdekatan menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat menilai kinerja pemerintahan hasil pemilu serta pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.

Kedua, pelemahan pelembagaan Partai Politik. Pemilu lima kotak seperti pada pemilu 2024 berimplikasi pada kemampuan partai politik dalam mempersiapkan kader partai dalam kontestasi pemilu, sehingga partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme di banding menjaga idealisme dan ideologi partai politik. Selain itu, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilu legislatif secara bersamaan antara pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sekaligus menyiapkan kader untuk kontentasi pemilu presiden-wakil presiden membuat proses kandidasi penuh transaksional. Partai politik terpaksa merekrut calon berbasis popularitas hanya demi kepentingan elektoral semata.

Ketiga, kualitas penyelenggaraan pemilu. Pemilu lima kotak (DPR, DPD, Presiden, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota) yang dilaksanakan berdekatan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sebagaimana pada tahun 2024, menyebabkan terjadinya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu yang berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum. Selain itu, Pemilu Nasional dan Lokal yang dilaksanakan pada waktu yang sama menyebabkan adanya kekosongan waktu yang relatif panjang bagi penyelenggara pemilu.

Keempat, pemilih jenuh dan tidak fokus. Pemilu Nasional dan Lokal yang dilaksanakan berdekatan berpotensi membuat pemilih jenuh dengan agenda pemilihan umum. Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dengan waktu yang tersedia sangat terbatas seperti pada Pemilu Lima kotak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Kelima, waktu penyelenggaraan Pemilu. Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden dilaksankan pemungutan suara untuk memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, serta walikota/wakil walikota. Keenam, pengaturan masa transisi atau peralihan masa jabatan baik masa jabatan DPRD hasil pemilu 14 Februari 2024 dan masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan 27 November 2024, penentuan dan perumusan masa transisi merupakan kewenangan pembentuk undang-undang yakni DPR RI.

Model Pemilu nasional dan Pemilu lokal sebagaimana alternatif yang telah ditetapkan jika dilihat dari sejumlah tesis MK diatas belum secara spesifik mempertimbangkan aspek teknis manajerial pada penyelenggara pemilu serta bagaimana pengaruhnya bagi pemilih. Pilihan alternatif ini tidak menutup kemungkinan akan melahirkan kompleksitas baru sebagaimana pemilu sebelumnya, sehingga perlu dilakukan kajian secara mendalam terutama dampak pada aspek sistemik dan tata kelola pemilu.

Oleh: Abidin Mantoti

Jaksa Didesak Periksa Kaban BPKAD Sula Terkait Dugaan Aliran Dana Tunjangan Sertifikasi Guru Pada Pilkada 2024

SULA – Pada 06 Januari 2025 terdapat puluhan guru sertifikasi di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara datangi Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kepulauan Sula untuk meminta hak mereka atas tunjangan sertifikasi triwulan IV TA 2024. Yang hal ini diberitakan berbagai berita media online termasuk tulisan saya di berita media online: Belum Dibayar Tunjangan Sertifikasi Guru 4 Miliar Di Sula, Rifaldi: Tata Kelola Ekonomi Keuangan Daerah Amburadul.

Didalam tulisan saya tersebut di atas, meminta Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula, jelaskan tujuan penggunaan anggaran sertifikasi guru triwulan IV TA 2024. Mengapa?

Secara ekonomi keuangan bahwa informasi yang berguna namun tidak lengkap atas sumber dan penggunaan kas terdapat dalam neraca komparatif dan laporan laba rugi. Namun gambaran menyeluruh atas arus kas didapat dari laporan arus kas (statement of cash flow).

Apabila dibaca secara spesifik pada tulisan saya sebelumnya menunjukkan tata kelola PAD Non-fisik TA 2024 tidak diperuntukkan sesuai aturan penggunaan PAD Non-fisik TA 2024 yang dianggarkan pemerintah pusat melalui APBN TA 2024 kepada pemerintah daerah di daerah kabupaten kepulauan sula TA 2024 untuk membayar tunjangan sertifikasi guru triwulan IV TA 2024 sekitar 4 miliar rupiah dari 300 guru.

Namun sialnya, Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula mengacu aturan desentralisasi fiskal dari mana tunjangan sertifikasi guru berasal dari APBD, hal ini wajib dijelaskan oleh Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula kepada publik Sula karena publik Sula wajib ketahui sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas keuangan negara.

Seperti ini keterangan Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula bahwa 300 guru yang belum terima tunjangan sertifikasi guru triwulan IV TA 2024 dipastikan akan terbayar, menunggu evaluasi APBD 2025. Aturan dari mana tunjangan sertifikasi guru bersumber dari APBD. Sial.

Jika keterangan tersebut tidak secepat dikoreksi dan dijelaskan kepada publik Sula, yakin dan percaya akan berdampak pada manipulasi LPJ DAK Non-fisik tunjangan sertifikasi guru triwulan IV yang bersumber dari APBN TA 2024 yang berujung pada dugaan korupsi dikemudian waktu.

Apalagi triwulan IV itu adalah bulan Oktober, November, dan Desember TA 2024. Yang dimana diketahui bulan-bulan tersebut merupakan dimulainya secara serentak pemilihan langsung kepala daerah di seluruh daerah di Indonesia termasuk pemilihan langsung kepala daerah di Kabupaten Kepulauan Sula di tahun 2024.

Political Budget Cyles

Pengalokasian anggaran pada saat menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) sudah sering terjadi tidak terkecuali pada daerah dengan kepala daerah petahana, yang biasanya akan menghemat anggaran pada tahun-tahun awal masa menjabat dan berakhir dengan proyek (Suranta & Pangarso, 2016). Political Budget Cycles atau biasa dikenal PBC merupakan konsep yang menjelaskan mengenai politisi yang memanipulasi ekonomi baik dengan cara mengurangi maupun menambah pasokan uang untuk kepentingan pribadi dalam mencapai tujuannya, dan biasanya terjadi pada saat menjelang pemilukada. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Nordhaus, (1975) dengan mengusulkan yang mana petahana dapat memanipulasi kebijakan ekonomi makro dengan asumsi pemilih akan memberikan suaranya sehingga petahana akan berusaha dalam menciptakan kondisi ekonomi sebelum pemilihan dengan terlibat dalam kebijakan fiskal ekspansif (Setiawan & Rizkiah, 2017).

Pendekatan siklus politik anggaran (Political Budget Cycles/PBC) mungkin dapat membantu pertajam tulisan ini sebagai petunjuk sementara untuk mengetahui hubungan apakah anggaran tunjangan sertifikasi guru triwulan IV dari DAK Non-fisik yang bersumber dari APBN TA 2024 digunakan untuk memenangkan salah satu pasangan calon kepala daerah dalam pemilihan langsung kepala daerah di Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2024.

Namun, untuk mengetahui hubungan tersebut diperlukan penjelasan lebih detail oleh Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula mengenai laporan arus kas (statement of cash flow) tunjangan sertifikasi guru triwulan IV senilai 4 miliar rupiah digunakan untuk apa.

Itulah mengapa di dalam tulisan saya di atas, meminta langsung kepada Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula, untuk jelaskan lebih detail anggaran tunjangan sertifikat guru triwulan IV dari DAK Non-fisik melalui APBN TA 2024 ini gunakan untuk apa. Karena sudah termasuk pencatatan kerugian pendapatan guru ASN di Kepulauan Sula yang tentunya tidak adil.

Namun tidak terlepas pada hubungan antara belum dibayar tunjangan sertifikasi guru triwulan IV TA 2024 dan pemilihan langsung kepala daerah di kabupaten kepulauan sula tahun 2024 diduga kuat Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula telah menyalahgunakan jabatan publiknya untuk menggunakan tunjangan sertifikasi guru triwulan IV TA 2024 sekitar 4 miliar rupiah yang bersumber dari DAK Non-fisik melalui APBN TA 2024 diperuntukkan mendanai untuk menenangkan salah satu pasangan calon kepala daerah di Kabupaten Kepulauan Sula di Pilkada 2024. Jika dugaan korupsi ini benar dan bisa jadi benar, maka tamaknya.

Padahal mereka (guru ASN) perlu pendapatan tersebut jelas tidak lain dan tidak bukan untuk keperluan rumah tangganya memenuhi kebutuhan bahan pokok dan biayai anak-anaknya sekolah. Sayang sekali.

Sehingga BPKAD Kepulauan Sula sebagai lembaga yang mengelola dan menyalurkan tunjangan sertifikasi guru di kabupaten kepulauan sula diduga melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, keuangan negara. Maka dalam kesempatan ini Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula didesak periksa Kabid anggaran BPKAD Kepulauan Sula karena diduga korupsi tunjangan sertifikasi guru triwulan IV TA 2024 yang terindikasi mengalami kerugian keuangan negara miliaran rupiah yang melekat pada BPKAD Kepulauan Sula sebagai pengelola dan menyalurkan tunjangan sertifikasi guru di daerah kabupaten kepulauan sula.

Penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertama; Melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua; Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi Merugikan negara atau perekonomian negara.

Penulis: Rifaldi Ciusnoyo, Alumni Universitas Muhammadiyah Kendari.

Redaktur: TIM

Giat Reses Libatkan Sejumlah OKP, Yusran: Krtikan Mereka Wajib Didengar

SULA – Kegiatan reses, Yusran pauwah salah satu Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara Dapil V (Kepulauan Sula dan Kepulauan Taliabu) kali ini agak berbeda dan kelihatan berani.

Bagaimana tidak, dalam giat resesnya bukan cuma warga desa Falahu yang diundang namun sejumlah OKP yakni KNPI, HMI, GMNI, IMM, PMII, KAMMI, LMND, Pemuda Muhammadiyah, GP ANSOR, Pemuda Pancasila serta BEM STAI Babussalam Sula pun diundang untuk sama-sama berdiskusi di Caffe Waimua, Desa Falahu, Kecamatan Sanana, Jum’at (24/01/2025).

Yusran pauwah yang membidangi Komisi IV DPRD Maluku Utara disela-sela giat resesnya mengatakan, sengaja mengundang sejumlah OKP guna untuk mendengar masukan dan kritikan serta mempersatukan ide dan gagasan.

“Saya sebagai Anggota DPRD hanya pelayan rakyat, jadi krtikan dan ide teman-teman OKP wajib harus didengarkan, jadi sengaja saya mengundang teman-teman pada giat reses, guna kita sama-sama satukan persepsi dan gagasan guna untuk kemajuan pembangunan di Maluku Utara khususnya di Kabupaten Kepulauan Sula,” kata Yusran.

Baca juga: Desentralisasi Fiskal Masih Mengkoyak Sula Selama 20 Tahun

Ia pun mengajak seluruh OKP Cipayung mendorong Ismail Digul untuk dijadikan Pahlawan Nasional.

“Terlepas dari mendengar beberapa masukan dari teman-teman OKP, salah satu agenda reses saya malam ini ialah saya berkeinginan untuk mendorong salah satu tokoh pejuang kemerdekaan yang berasal dari Kepulauan Sula yakni Ismail Digul diakui Negara sebagai Pahlawan Nasional, maka dari itu saya meminta suport serta dukungan dari kalian semua untuk sama-sama mengawal keinginan mulia ini,” ungkapnya.

Baca juga: Korupsi Dana BTT, Bukti Ketidakadilan Ekonomi Pada Masyarakat Kepulauan Sula

Yusran juga berharap, pertemuan pertama dirinya bersama para pimpinan OKP di Kepulauan Sula adalah titik awal untuk lakukan perubahan di Maluku Utara khususnya di Kabupaten Kepulauan Sula.

“Saya berharap pertemuan pertama kita ini, dapat menjadi langkah awal untuk sama-sama kita berkolaborasi untuk memberikan ide-ide cemerlang demi perubahan di Maluku Utara, khususnya di Kepulauan Sula yang sangat kita cintai ini,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Antisipasi Potensi Ruci, Tim HAS Dan ISDA Giat Bimtek Saksi Di 37 Desa

SULA – Tim Pemenangan HAS dan ISDA datangi 37 Desa di Pulau Mangoli, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara guna untuk penyegaran saksi dan penyeberangan atribut PDI-P di Sekretariat Pemenangan.

Sekretaris Internal PDI-P Sula, Jefry A.S.Rette Sekawael saat dikonfirmasi linksatu membenarkan informasi tersebut.

“Informasinya benar, Kegiatan tersebut kami dari Tim Pemenangan HAS dan ISDA laksanakan di 36 Desa, dengan Target kurang lebih 4 Hari di pulau Mangoli,” katanya, Senin (18/11/2024).

Baca juga: Kejari Sula Dinilai Abaikan Instruksi Presiden Prabowo Terkait Penanganan Kasus Korupsi

Ia meminta untuk para Saksi HAS dan ISDA yang mengikuti Bimtek agar dapat mengawal suara saat pencoblosan nanti.

“Untuk pemateri giat Saksi HAS dan ISDA yakni Arman Buton dan Risman Gailea, kami pun berharap saksi dapat merealisasikan materi yang di sampaikan, guna untuk mengawal hak suara masyarakat di bilik suara saat Pemilihan tanggal 27 November nanti,” ujarnya.

Baca juga: Mabes Polri Didesak, Ambil Alih Kasus Dugaan Penggelapan Dana Pengawasan Di Sula

Jefry juga mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama mengawal serta memenangkan HAS dan ISDA di Kepulauan Sula.

“Saya tegaskan, kami tidak membiarkan Paslon Independen yakni ISDA berjuang sendiri, sebab kami adalah Banteng bukan Kerbau. Untuk itu mari sama-sama kita kawal serta memenangkan HAS dan ISDA di Kepulauan Sula,” tegasnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Selesai Dilantik, 25 DPRD Kepsul Langsung Ditantang Mantan Presiden BEM

SULA – 25 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Sula untuk Periode tahun 2024 sampai 2029 baru selesai Dilantik di Gedung Rapat DPRD Kepulauan Sula, Senin (30/09/2024).

Raski Soamole, Mantan Presiden BEM STAI Babussalam Sula kepada linksatu dirinya menantang 25 Anggota DPRD Sula yang baru dilantik untuk mengedepankan transparansi informasi publik selama 5 tahun menjabat.

“Saya menantang 25 Anggota DPRD yang baru dilantik untuk mengedepankan tranparansi informasi publik dalam mengawal aspirasi yang pernah mereka janjikan kepada masyarakat Kepulauan Sula selama 5 tahun nanti,” kata Raski, Senin (30/09/2024).

Baca juga: Usir Wartawan Saat Peliputan, Sikap Ketua DPRD Kepulauan Sula Dihujani Kritikan

Ia bilang, penggunaan platform di medsos disaat adanya rapat-rapat di DPRD Sula sangatlah bagus, agar masyarakat gampang mengakses serta menyaksikannya secara langsung.

“Mereka harus berani mengunakan Live Striming di FB, tik tok, Instagram dan media sosial lainnya pada setiap rapat apapun yang berkaitan dengan masa depan masyarakat Sula. Hal tersebut Wajib dilakukan agar publik dapat mengetahui apa yang dikerjakan oleh 25 Anggota DPRD Sula selama 5 tahun kedepan, yang terpenting mereka harus bisa buktikan bahwa mereka bukan Dewan penghianat rakyat, melainkan dewan perwakilan rakyat yang betul-betul Jadi pelayan rakyat,” tegasnya.

Baca juga: Sejumlah Wartawan Diusir Saat Peliputan Di Kantor Bawaslu Sula, Ini Penegasan Ketua PWI

Raski yang juga berharap, Wajib ada kerjasama 25 Anggota DPRD Sula dengan wartawan agar lebih mantap lagi untuk mengawal semua kegiatan 5 tahun kedepan.

“25 Anggota DPRD Sula yang baru dilantik ini tak boleh alergi wartawan, bagusnya mereka berkolaborasi dengan teman-teman Wartawan untuk selalu dilibatkan pada setiap kegiatan mereka agar memperkuat transparansi informasi dan memberikan edukasi kepada Publik Sula,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Sejumlah Wartawan Diusir Saat Peliputan Di Kantor Bawaslu Sula, Ini Penegasan Ketua PWI

SULA – Badan pengawasan pemilu (Bawaslu) Kepulauan Sula mencegat sejumlah wartawan dari media siber/online maupun cetak yang hendak lakukan peliputan terkait mediasi Panwascam dengan 5 tuntutan pada Konfrensi Pers di kantor panwascam Sanana beberapa waktu lalu.

Informasi yang didapat linksatu, Pimpinan Bawaslu Sula yang diduga takut dinamika rapat bersama panwascam diketahui publik, langsung memerintahkan salah satu stafnya untuk mengeluarkan sejumlah wartawan yang saat itu berada di dalam Kantor untuk meliput.

“Tolong bapak-bapak jangan di dalam sini, Pimpinan minta keluar dulu,” kata salah satu staf sambil mengarahkan wartawan keluar dari Kantor, Rabu (18/09/2024).

Baca juga: Usir Wartawan Saat Peliputan, Sikap Ketua DPRD Kepulauan Sula Dihujani Kritikan

Hartati Panigfat Ketua PWI Kepulauan Sula mengatakan, seharusnya Pimpinan Bawaslu Sula tak bersikap seperti itu kepada rekan-rekan wartawan yang hendak lakukan peliputan.

“Perlu diketahui UU nomor 40 tahun 1999 itu sudah mengatur jelas jaminan perlindungan hukum terhadap jurnalis, jaminan ini kemudian dipertegas dalam peraturan dewan PERS nomor 5 tahun 2008 tentang standar perlindungan profesi wartawan jadi jangan seenaknya bertindak terhadap wartawan apalagi larang mereka untuk meliput,” ucapnya.

Baca juga: Oknum Satpol PP Di Sula Sebut Wartawan Bodoh, Jisman: Mencoreng Nama Baik Institusi

Ia berharap, kedepannya Bawaslu maupun lembaga manapun jangan lagi ada sikap seperti itu terhadap wartawan saat sedang bekerja.

“Saya tegaskan, ini pertama dan terakhir kali saya mendengar tindakan seperti itu dialami lagi para wartawan di Sula, dan ini warning untuk semua instansi atau lembaga yang ada di Sula,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Deklarasi Pilkada Damai Di Desa Lekokadai, IPDA Faisal: Warga Jangan Mudah Terprovokasi

SULA – Sukseskan Pilkada tahun 2024 di Kepulauan Sula, Polsek Mangoli Barat Gelar Deklarasi Pilkada Damai yang diselenggarakan di Aula Kantor Desa Lekokadai pada, Selasa (10/9/24).

IPDA Faisal Pora, Kapolsek Mangoli Barat dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Desa dan parah tokoh Desa Leko Kadai yang telah meluangkan waktu untuk menghadiri giat Deklarasi Damai Pilkada.

Ia berharap seluruh, Pemdes serta warga Lekokadai sama-sama mengampanyekan PUSH Jelang Pilkada.

“Kepada seluruh aparat Desa maupun parah tokoh serta seluruh masyarakat Lekokadai untuk sama-sama Cegah Provokasi Ujaran Kebencian, Sara dan Hoaks (PUSH) khususnya jelang pilkada,” katanya.

Baca juga: Dinilai Tak Profesional Tangani Kasus, Oknum Penyidik Di Sula Dilaporkan Ke Polda

Mantan Kasat Narkoba Polres Sula ini juga mengajak untuk saling menghargai Perbedaan serta menjaga Kamtibmas.

“Mari kita saling hargai perbedaan, karena perbedaan itu adalah seni Lukisan terlihat indah karna perbedaan warna dan lain-lain. Tentukan pilihan sesuai hati nurani namun Kamtibmas yang aman dan kodusif adalah tanggung jawab bersama,” imbuhnya.

Baca juga: Polres Sula Dan Wartawan Ajak Masyarakat Cegah PUSH Jelang Pilkada 2024

Terpisah, Saleh Lapada Pj. Kades Lekokadai menyampaikan Lekokadai adalah Desa pertama di Kecamatan Mangoli Barat yang pertama Deklarasi Pilkada Damai.

Saleh pun meminta seluruh warga Desa Lekokadai agar selalu menjaga Kamtibmas jelang Pilkada.

“Aparatur Desa dan semua tokoh yang ada di Desa Lekokadai, kita adalah sebagai corong untuk memberikan informasi kepada masyarakat dengan baik dan benar Agar jangan terprovokasi serta tidak menyebarkan berita bohong atau hoax, untuk itu marilah kita bersama-sama menjaga Kamtibmas menjelang pilkada 2024 di sekitar lingkungan kita, agar terciptanya situasi aman dan kondusif,” harapnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Deklarasi Pilkada Damai Di Sula, AKBP Kodrat: Perdana Di Desa Wailau

SULA – Sukseskan Pilkada 2024, Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara Deklarasi Pilkada Damai di Desa Wailau, Kecamatan Sanana yang berlangsung di Aula Kantor Desa, Minggu (08/09/2024).

AKBP Kodrat Muh Hartanto, Kapolres Kepulauan Sula dalam sambutannya sangat mengapresiasi dukungan dari aparat Desa Wailau terkait dengan giat Deklarasi Pilkada Damai di tahun 2024.

“Wailau adalah Desa Perdana untuk giat Deklarasi Pilkada Damai di tahun 2024 dan sangat apresiasi atas dukungan dari aparat Desanya. Kemudian kegiatan ini bertujuan untuk melakukan cooling system jelang Pilkada dan bersama-sama menjaga Pilkada Sula 2024 agar aman, lancar dan kondusif,” katanya.

Baca juga: Polres Sula Dan Wartawan Ajak Masyarakat Cegah PUSH Jelang Pilkada 2024

Ia menjelaskan, berbeda pendapat dalam berpolitik merupakan hal yang biasa terjadi.

“Berbeda pendapat dalam politik itu hal biasa, maka dengan kegiatan seperti ini dapat membuat para warga sekitar kompak dan tidak terpancing isu-isu dari luar untuk memecah belah kita dan tetap menjaga lingkungan Desa Kita semua dari isu sara, provokasi maupun hoax,” tegasnya.

Baca juga: Penyelidikan Kasus Dugaan Penggelapan Dana Pengawasan Di Sula Akan Dihentikan

Ia juga berharap, giat Perdana Deklarasi Pilkada Damai di tahun 2024 di Desa Wailau menjadi contoh bagi Desa-desa lainnya.

“Melalui kegiatan seperti ini, diharapkan agar menjadi contoh bagi Desa-Desa lainnya di Kepulauan Sula untuk mewujudkan dan menjaga situasi kamtibmas yang aman menjelang Pilkada mendatang,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Menarik! Tempuh Jalur Independen, ISDA Resmi Daftar Ke KPU Kepulauan Sula

SULA – Bakal pasangan calon (Bapaslon) Ihsan Umaternate dan Darwis Gorontalo (ISDA) akhirnya resmi mendaftar Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula ke KPU dengan memilih jalur Independen.

Ihsan Umaternate yang didampingi Darwis Gorontalo saat Konferensi Pers mengatakan, butuh perjuangan serta kerja keras untuk bisa lolos jalur Independen.

“Syukur Alhamdulillah, butuh perjuangan yang sangat panjang dan kerja keras dalam pengumpulan KTP sampai resmi mendaftar ke KPU, untuk itu kami ucapkan terimakasih banyak untuk basudara semua yang telah mempercayai ISDA untuk bisa ikut bertarung di Pilkada,” katanya ke sejumlah awak media, Rabu (28/08/2024).

Baca juga: Progres 11 Kasus DD Di Kejari Sula Terkesan Lambat, Dicky: Terkendala LHP Inspektorat

Ia juga menegaskan, ISDA siap bertarung di Pilkada.

“Perjuangan masih berlanjut, kita baru melalui satu langkah. Teruntuk masyarakat Kepulauan Sula sudah saatnya kita harus menentukan sikap dan bergerak. Dengan tagline Wujudkan Dad Hia Ted Sua, Pasangan ISDA siap bertarung di Pilkada nanti,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Resmi Mendaftar Ke KPU, FAM-SAH: Pilkada Ini Kita Bikin Romantis

SULA – Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Fifian Adeningsi Mus dan Saleh Marasabessy (FAM-SAH) akhirnya resmi mendaftar ke KPU Kepulauan Sula sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula pada Pilkada nanti.

Fifian Adeningsi Mus yang didampingi Saleh Marasabessy bersama para pimpinan partai pengusung pada konferensi pers mengucapkan terima kasih atas dukungan pihak-pihak yang terlibat langsung pada proses pendaftaran.

“Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada orang tua saya, kerabat, pendukung khususnya Partai pengusung sehingga FAM-SAH bisa kembali bertarung di Pilkada,” katanya kepada sejumlah awak media, Rabu (28/08/2024).

Baca juga: Terima Pendaftaran HT-MANIS, Ketua KPU Sula: Mari Jaga Kamtibmas Selama Pilkada Berlangsung

Ia pun menghimbau kepada masyarakat Kepulauan Sula, agar Pilkada kita buat Romantis.

“Saya meminta kepada masyarakat Kepulauan Sula khususnya pendukung FAM-SAH agar tetap menjaga Kamtibmas tak usah terprovokasi hal-hal yang dapat merugikan, intinya kita bikin romantis saja pada Pilkada ini,” ujarnya.

Baca juga: Resmi Mendaftar Ke KPU, HT-MANIS: Orang Sula Wajib Jadi Bupati

Ia juga bilang, FAM-SAH di Pilkada nanti pasti lebih Manis.

“Kalau di Pilkada yang kemarin, saya dengan Haji Saleh biasa-biasa saja, tapi kali ini FAM-SAH pasti lebih manis,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM