Opini – Melihat dan mencermati serta mengkaji konsep bahagia ala bupati sula, memang rasanya sangat menyedihkan dan sangat memprihatinkan, karena konsep bahagia yang jadi icon pemerintah kali ini ala hanya sekedar serimonial.
Selama kurang lebih 4 tahun Bupati Fifian menjabat, tidak ada satu terobosan atau gebrakan pembangunan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Saya mencermati bahwa Bupati Fifian yang dirinya buat adalah kegiatan bimtek dan festival tak berdampak baik pada tatanan sosial budaya maupun pembangunan itu sendiri, seluruh kegiatan yang dibuat itu bukan di sula hampir semuanya dibuat di jakarta, ini kan sangat aneh kenapa karena tidak berdampak baik secara ekonomi.
Lantas simulasi bahagia ala Bupati Fifian model seperti tak seperti apa yang kita harapkan, seharusnya seluruh kegiatan OPD atau badan dinas sampai tingkat desa itu dibuat saja di Kepulauan Sula agar secara ekonomi bisa berdampak baik ouput dan inputnya.
Coba kita lihat mulai dari awal Bupati Fifian dilantik hingga sekarang, yang dia hasilkan hanyalah kegaduhan dan simpang siur arah kebijakan baik pemerintahan internal birokrasi maupun program kerjanya yang hanya bersifat menghambur- hamburkan keuangan daerah, kemudian model kepimimpinan yang di jalankan tak tahu mana arahnya.
Mulai polemik pengangkatan pejabat daerah, kelangkaan minyak tanah, festival tanjung waka sampai pekerjaan teknis daerah pun tidak memakai SOP yang jelas dan mendasar.
Bupati sula model Fifian Adeningsi Mus, boleh di bilang bupati yang kerap viral dengan kegaduhannya menciptakan suatu tatanan sosial ekonomi maupun pemerintahannya.
Beberapa hari lalu saya melihat ada ibu ibu pedagang pasar yang mengeluh melalui curhatan mereka tentang aktifitas perekonomian yang terjadi di pasar basanohi sula, yang terjadi ketidakstabilan ekonomi yang cukup berdampak buruk bagi ekonomi pasar di Kepulauan Sula.
Belum lagi problematika desa yang secara struktur dan tatanan pemerintahannya pakai selera bupati bukan selera masyarakat desa sendiri, tentunya ini adalah masalah yang harus menjadi perhatian serius dari berbagai kalangan di Kepulauan Sula agar bupati Fifian dalam akhir masa jabatannya tidak meninggalkan tatanan yang buruk serta berdampak kasak kusuk bagi pembangunan di kepulauan sula.
Model konsep bahagia ala bupati Fifian, berbalik fakta yang terjadi sehingga bukan kebahagiaan yang dirasakan tetapi kesengsaraan dan malapetaka kehidupan daerah yang akan terjadi.
Jika hal ini terus kita biarkan sampai masa jabatan Fifian Adeningsih Mus sebagai Bupati Sula berakhir, maka sula akan terus dilabeli dengan status daerah tertinggal, lantaran tak ada kemajuan selangkah pun yang dihasilkan selama periode ini.
Oleh: Reza Redani Pora (Pemerhati Kebijakan Publik)