Kategori
Kepulauan Sula Kota Ternate Politik

Antisipasi Potensi Ruci, Tim HAS Dan ISDA Giat Bimtek Saksi Di 37 Desa

SULA – Tim Pemenangan HAS dan ISDA datangi 37 Desa di Pulau Mangoli, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara guna untuk penyegaran saksi dan penyeberangan atribut PDI-P di Sekretariat Pemenangan.

Sekretaris Internal PDI-P Sula, Jefry A.S.Rette Sekawael saat dikonfirmasi linksatu membenarkan informasi tersebut.

“Informasinya benar, Kegiatan tersebut kami dari Tim Pemenangan HAS dan ISDA laksanakan di 36 Desa, dengan Target kurang lebih 4 Hari di pulau Mangoli,” katanya, Senin (18/11/2024).

Baca juga: Kejari Sula Dinilai Abaikan Instruksi Presiden Prabowo Terkait Penanganan Kasus Korupsi

Ia meminta untuk para Saksi HAS dan ISDA yang mengikuti Bimtek agar dapat mengawal suara saat pencoblosan nanti.

“Untuk pemateri giat Saksi HAS dan ISDA yakni Arman Buton dan Risman Gailea, kami pun berharap saksi dapat merealisasikan materi yang di sampaikan, guna untuk mengawal hak suara masyarakat di bilik suara saat Pemilihan tanggal 27 November nanti,” ujarnya.

Baca juga: Mabes Polri Didesak, Ambil Alih Kasus Dugaan Penggelapan Dana Pengawasan Di Sula

Jefry juga mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama mengawal serta memenangkan HAS dan ISDA di Kepulauan Sula.

“Saya tegaskan, kami tidak membiarkan Paslon Independen yakni ISDA berjuang sendiri, sebab kami adalah Banteng bukan Kerbau. Untuk itu mari sama-sama kita kawal serta memenangkan HAS dan ISDA di Kepulauan Sula,” tegasnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Kategori
Hukum Dan Kriminal Kepulauan Sula

Kejari Sula Dinilai Abaikan Instruksi Presiden Prabowo Terkait Penanganan Kasus Korupsi

SULA – Front Marhaenis yang tergabung dari DPC GMNI dan DPC GPM Kepulauan Sula, Maluku Utara lakukan demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula terkait penanganan Kasus Korupsi Dana BTT senilai 28 miliar lebih di tahun 2021 yang tak kunjung selesai.

Irfandi Norau, Ketua DPC Kepulauan Sula dalam bobotan aksinya menilai Kejari Sula abaikan instruksi atau perintah Presiden terpilih yakni Prabowo Subianto tentang percepatan penanganan Kasus Korupsi.

“Saya Ketua DPC GPM Sula menilai Kejari Sula sengaja mengabaikan serta tak mendukung program Presiden Prabowo Subianto terkait 100 hari pemberantasan Kasus Korupsi,” teriaknya, Kamis (08/11/2024).

Baca juga: Jaksa Didesak Gandeng BPKP Malut Kawal 11 Kasus Dana Desa Di Sula

Dari penilaian tersebut, Irfandi pun menganggap, Kejari Sula gagal dalam menangani berbagai perkara Kasus Korupsi.

“Kepala Kejari kerap berganti namun realita terkait tak ada satupun Prestasi penanganan Kasus Korupsi di Sula, salah satunya penanganan Kasus Korupsi Dana BTT. Kami pun menganggap Kejari Sula gagal mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaganya,” tegasnya.

Baca juga: Mabes Polri Didesak, Ambil Alih Kasus Dugaan Penggelapan Dana Pengawasan Di Sula

Terpisah Kasi Intel Kejari Sula, Raimond Chrisna Noya membantah pernyataan Ketua DPC GPM Sula.

“Saya tegaskan kami masih sejalan dengan Sikap Presiden RI Prabowo Subianto terkait penanganan Kasus Korupsi, hal ini karena Kajagung RI yang ditunjuk masih orang yang lama, sehingga penindakan hukum dari hulu sampai ke hilir masih sama termasuk di Kejari Sula,” ucapnya.

Baca juga: Diduga Korupsi Uang Negara, Kejagung RI Didesak Evaluasi Kinerja Kejari Kepsul

Ia juga bilang, Kejari Sula masih berkomitmen terkait penanganan Kasus Korupsi Dana BTT.

“Pada dasarnya, Kami tetap berkomitmen untuk menyelesaikan serta menuntaskan Perkara BTT, apapun hasilnya kami akan berupaya,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Kategori
Opini

Dukung Calon Kepala Daerah Yang Bertanggung Jawab Terhadap Alat Peraga Kampanye

OPINI – Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) adalah proses pemilihan umum di Indonesia yang bertujuan untuk memilih kepala daerah seperti gubernur, bupati, atau wali kota beserta wakilnya. Pilkada dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat di suatu daerah, dan bertujuan untuk memperkuat demokrasi dengan melibatkan masyarakat dalam menentukan pemimpin daerah mereka. Pemilihan umum di Indonesia adalah peristiwa demokrasi besar yang melibatkan partisipasi masyarakat dan penggunaan berbagai atribut Alat Peraga Kampanye (APK) seperti baliho, spanduk, kaos, stiker, dan brosur sebagai media promosi. Namun, setelah pemilu, limbah atribut kampanye sering kali tidak dikelola dengan baik sehingga dapat merusak estetika kota dan menciptakan kekacauan visual, mengakibatkan pencemaran lingkungan, merusak ekosistem, dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Jumlah sampah yang dihasilkan selama pergelaran pemilu di Indonesia pada tahun 2019 dan 2024 menjadi perhatian besar, terutama terkait atribut kampanye. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sekitar 3.658.902 spanduk dan baliho diproduksi selama periode pemilu. Ini mengakibatkan peningkatan volume sampah secara signifikan, dengan total perkiraan mencapai lebih dari 784 ribu meter kubik atau sekitar 392 ribu ton, sementara sampah spesifik dari atribut kampanye seperti baliho, spanduk, dan bendera diperkirakan lebih dari seperempat juta ton. Mayoritas atribut kampanye ini terbuat dari bahan plastik dan material non-biodegradable lainnya, di mana KLHK memperkirakan 70-80% di antaranya berakhir menjadi sampah, menghasilkan ratusan ribu ton sampah plastik yang sebagian besar tidak didaur ulang.

Menurut Greenpeace Indonesia, hanya sebagian kecil dari limbah atribut kampanye yang didaur ulang, sementara sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemari lingkungan, memperburuk polusi plastik di Indonesia. Kondisi ini menjadi alarm penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah, partai politik, dan masyarakat, untuk lebih bijak dalam penggunaan atribut kampanye dan mengutamakan material yang lebih ramah lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2024 untuk pengelolaan sampah Pemilu 2024. Edaran ini meminta kepala daerah mengelola sampah pemilu secara khusus dan melarang pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) masih merupakan salah satu metode kampanye yang paling banyak digunakan oleh Peserta Pemilu 2024. Agar tidak mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengatur tempat yang boleh dan tidak boleh untuk dipasang APK dalam Pasal 70 PKPU Nomor 15 Tahun 2023, Tempat yang dilarang dipasang APK antara lain tempat ibadah, Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protocol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan. Sayangnya, pemasangan APK oleh Peserta Pemilu tahun 2024 masih banyak yang melanggar. Bahkan pemasangan APK di beberapa tempat menimbulkan korban jiwa.

Setiap kota atau daerah memiliki pesona dan keindahannya sendiri. Ada yang menawan dengan gedung-gedung tinggi, ada pula yang memikat hati dengan pemandangan alam yang asri dan ruang publik yang ramah. Jalan-jalan dihiasi dengan pepohonan rindang, taman-taman kota menjadi tempat warga berkumpul, dan bangunan-bangunan bersejarah seolah mengisahkan sejarah panjang kota tersebut.

Namun, keindahan ini sering kali tercemar oleh perilaku yang tidak bertanggung jawab, salah satunya dalam bentuk pelanggaran pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK). Banyak pihak yang memasang spanduk, baliho, dan poster kampanye di tempat-tempat yang tidak semestinya. Hal ini tidak hanya merusak estetika kota, tetapi juga menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap lingkungan dan ruang publik.

Padahal, jika alat peraga kampanye ditempatkan secara tertib dan sesuai peraturan, keindahan kota tidak perlu terganggu. Setiap sudut kota bisa tetap asri dan rapi, menjadi cerminan dari peradaban warganya yang menghargai kebersihan dan keindahan bersama. Mari jaga keindahan kota kita, demi kenyamanan semua warga dan generasi mendatang yang akan menikmati hasilnya.

Sebagai pemilih yang cerdas, kita memiliki peran penting dalam menentukan masa depan daerah kita. Dalam setiap pemilihan, kita memiliki kesempatan besar untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli dan bertanggung jawab terhadap kepentingan publik, termasuk dalam aspek-aspek penting seperti Alat Peraga Kampanye (APK). APK bukan hanya sekadar media untuk memperkenalkan calon, tetapi juga cerminan dari sikap dan integritas calon tersebut terhadap aturan serta tata tertib umum.

Pemimpin yang bertanggung jawab adalah mereka yang memahami dan menghormati aturan terkait pemasangan APK. Mereka menempatkan APK dengan memperhatikan estetika dan lingkungan sekitar, serta tidak memasangnya di tempat-tempat yang dilarang atau mengganggu kenyamanan publik. Dengan memilih calon yang bertanggung jawab atas penggunaan APK, kita ikut mendukung terciptanya lingkungan yang tertib dan asri serta menegaskan bahwa aturan dibuat untuk kebaikan bersama.

Oleh karena itu, sebagai pemilih yang cerdas, mari kita pilih calon kepala daerah yang memegang teguh prinsip bertanggung jawab dan menghargai kepentingan umum. Pemimpin seperti inilah yang akan mampu menjaga kepercayaan masyarakat dan membawa perubahan positif bagi daerah kita. Ingat, pilihan kita akan menentukan masa depan daerah kita. Mari ciptakan lingkungan pemilu yang bersih dan tertib, mulai dari mendukung calon yang peduli dan bertanggung jawab.

Oleh: Rifai Salihi (Ketua Kebijakan Publik PD. KAMMI Kota Ambon)

Kategori
Hukum Dan Kriminal Kepulauan Sula

Mabes Polri Didesak, Ambil Alih Kasus Dugaan Penggelapan Dana Pengawasan Di Sula

SULA – Kinerja Sat Reskrim Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara kembali di soroti lantaran penanganan Kasus dugaan penggelapan dana pengawasan di tahun 2022 senilai 1,1 miliar menyeret nama pacar dari calon bupati petahana Fifian Adeningsi Mus yakni Kamarudin Mahdi yang sudah setahun lebih tapi belum ada kejelasan.

Sebelumnya Sat Reskrim Polres Sula pun pernah disoroti oleh Praktisi Hukum dan Aktivis terkait penanganan Kasus tersebut, namun kali ini dari Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Sanana.

Arsan Umasugi, Ketua LMND Eksekutif Kota Sanana saat dikonfirmasi, mendesak Mabes Polri ambil alih Kasus dugaan penggelapan dana pengawasan di tahun 2022 senilai 1,1 miliar yang ditangani Polres Kepulauan Sula.

“Kasus ini sudah cukup lama ditangani Sat Reskrim Polres Sula dan masyarakat pun kerap menanyakan terkait Progressnya, akan tetapi sejauh ini belum ada kejelasannya. Untuk itu kami LMND Eksekutif Kota Sanana mendesak Mabes Polri untuk ambil alih kasus tersebut,” kata Arsan, Jum’at (01/11/2024).

Baca juga: Aktivis Dan Praktisi Hukum Soroti Kinerja Satreskrim Polres Kepulauan Sula

Ia juga meminta, Mabes Polri evaluasi Kinerja Satreskrim Polres Kepulauan Sula terkait penanganan Kasus dugaan penggelapan dana pengawasan.

“Mabes Polri harus mengevaluasi Kinerja Satreskrim Polres Sula, karna terkesan mendiami penanganan Kasus tersebut yang kemudian buat Publik di Kepulauan Sula resah,” tegasnya.

Baca juga: Penyelidikan Kasus Dugaan Penggelapan Dana Pengawasan Di Sula Akan Dihentikan

Sebelumnya, IPTU Rinaldi Anwar Kasat Reskrim Polres Sula menyampaikan akan gelar penghentian proses penyelidikan Kasus dugaan penggelapan dana pengawasan senilai 1,1 miliar.

“Dalam waktu dekat dari tipikor polres sula akan melakukan gelar perkara untuk penghentian penyelidikan Kasus tersebut,” ucapnya, Selasa (20/08/2024) beberapa bulan lalu.

Baca juga: Sambut Mutasi Kapolres Sula, DPC GMNI Gelar Aksi Kasus Dugaan Korupsi Anggaran Pengawasan DD

Rinaldi juga menjelaskan, penanganan Kasusnya lama lantaran penyidik Sat Reskrim Polres Sula menuggu hasil audit BPKP.

“Jadi kenapa lama, karna kita memang menunggu hasil audit dari BPKP. Kar 12ena hasilnya sudah keluar, jadi penyidik sudah bisa mengambil sikap untuk penghentian Kasusnya, ditambah hasil temuannya sudah di lakukan pengembalian serta penyetoran langsung ke kas daerah melalui Bank Maluku Malut,” tutupnya.

Sekedar informasi, Kasus dugaan penggelapan dana pengawasan di tahun 2022 senilai 1,1 miliar ditangani Penyidik Satreskrim Polres Kepulauan Sula dari bulan Juni tahun 2023.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM