Telan DAK 43.8 Miliar, Menkes RI Ditantang Sidak Proyek RS Pratama Dofa Yang Diduga Dikorupsi

SULA – Rencana kunjungan kerja Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, dalam rangka peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanana, Kamis (17/07/2025) nanti tuai sorotan publik.

Sorotan publik ini terkait proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama di Desa Dofa, Kecamatan Mangoli Barat, dengan total anggaran 43.8 Miliar yang diduga di korupsi dan sementara Kasusnya ditangani Polda Maluku Utara.

Rifaldi Ciusnoyo, Alumni Universitas Muhammadiyah Kendari yang kerap mengkritik kebijakan publik pemerintah melalui tulisannya, menantang Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin untuk sidak langsung pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Dofa yang diduga mangkrak.

Baca juga: Berikut Dokumen Penting Pembangunan RS Pratama Di Sula

Ia menyampaikan, pembangunan RS. Pratama sangat perlu menjadi atensi khusus Menteri Kesehatan RI untuk mengevaluasi kelayakan pelayanan kesehatan.

“Progres Pembangunan RS. Pratama di Kepulauan Sula ada disisi kondisi konstruksi dasar bangunan yang longsor. Maka wajib dijadikan atensi khusus dan harus ditinjau langsung oleh Menteri Kesehatan RI untuk mengevaluasi kelayakan pelayanan kesehatan, dan memastikan kepercayaan publik kepada Menteri Kesehatan RI ada keseriusan benahi kondisi pelayanan kesehatan di Kepulauan Sula,” tegasnya, Jum’at (11/07/2025).

Baca juga: Sejumlah Instansi Penting Di Maluku Utara Didemo Terkait 3 Kasus Tipikor Di Sula

Rifaldi juga menilai, pihak kontraktor Pembangunan RS. Pratama Dofa di Kepulauan Sula, hanya mencari untung.

“Menkes RI harus turun ke lokasi proyek pembangunan RS Pratama guna untuk memastikan kualitas pekerjaan konstruksi apakah sesuai dengan standar atau tidak. Karena saya menilai pihak kontraktor yang menangani proyek tersebut hanya mencari untung, akibatnya dapat membahayakan keselamatan masyarakat dan sangat jelas merugikan negara,” tutupnya.

Sekedar informasi Proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Dofa dibangun dengan total anggaran senilai 43,8 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran (TA) APBN 2023 dan dikerjakan oleh PT. Bumi Aceh Citra Persada.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Tak Sebarkan Foto DPO Kasus BTT, Kajati Didesak Copot Kajari Sula Dari Jabatannya

SULA – Dewan Pimpinan Cabang GMNI menyoroti kinerja Kejari Kepulauan Sula terkait tak menyebarkan foto Muhammad Yusril Direktur PT. HB Lautan Bangsa salah satu DPO Kasus Korupsi Dana BTT Senilai 28 Miliar lebih tahun 2021.

“Memperkecil ruang gerak Muhammad Yusril DPO Kasus BTT, seharusnya fotonya sudah disebarkan luaskan oleh Kejari Sula, agar publik tahu dan warga pun dapat mengenal sosok DPO serta bisa membantu berikan informasi ketika melihat DPO tersebut,” kata Irfandi Norau, DPC GPM Kepulauan Sula, Jum’at (27/06/2025).

Baca juga: Kejari Sula Terkesan Bungkam Terkait Penetapan Tersangka Baru Kasus BTT

Ia menilai, Kejari Sula sengaja melindungi Oknum-oknum yang terlibat dalam Kasus Korupsi Dana BTT senilai 28 Miliar lebih.

“Penetapan Muhammad Bimbi sebagai tersangka sudah cukup lama, seharusnya sudah ada tersangka baru dalam Kasus BTT ini. Kami menilai Kejari Sula sengaja melindungi Oknum-oknum yang terlibat, contohnya sampai saat ini publik tak pernah tahu menahu siapa Muhammad Yusril DPO Kasus BTT karena fotonya tak disebarkan luaskan,” cetusnya.

Baca juga: Perkara Korupsi BTT: Kajati Malut Ditantang Buktikan Kata “Tanggung Jawab”

Irfandi juga mendesak, Kajati Maluku Utara segera copot Kajari Sula, karena dinilai gagal tangani Kasus Korupsi Dana BTT senilai 28 Miliar lebih tahun 2021.

“Kami pikir, Kajari Sula yang diganti ini bisa ada Tersangka baru Kasus BTT ini dan kinerjanya lebih baik dari Kajari sebelumnya. Padahal penilaian kami salah, hasilnya malah lebih buruk dari Kajari sebelumnya, untuk itu kami mendesak Kajati Maluku Utara segera copot Priya Agung Jatmiko dari Kajari Kabupaten Kepulauan Sula,” tegasnya.

Baca juga: LL Mangkir Dari Panggilan Jaksa Terkait Kasus Korupsi Dana BTT Di Sula

Terpisah, Kasi Intel Kejari Sula, Raimond Chrisna Noya saat dikonfirmasi mengatakan, akan dicek kembali terkait foto Muhammad Yusril DPO Kasus Korupsi Dana BTT di tahun 2021 yang belum disebar luaskan.

“Nanti diinfokan kembali, tunggu kami cek kembali,” singkatnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

KILAS BALIK PERUBAHAN MODEL PEMILU SERENTAK

OPINI – Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan memisahkan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan Pemilu daerah atau lokal. Putusan ini diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan pada Kamis 26 Juni 2024 di ruang Sidang Pleno MK. Pemilu nasional meliputi jenis Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden. Sedangkan Pemilu daerah meliputi Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota serta Pemilihan Gubernur -Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati serta Walikota-Wakil Walikota. Dalam putusan MK tersebut kedua Pemilu ini dipisah dalam jeda dua tahun.

Gugatan tersebut diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang di register MK dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024 tanggal 4 Oktober 2024. Perludem mengajukan gugatan terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Perludem menilai Pemilu Serentak dengan lima kotak suara melemahkan pelembagaan Partai Politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat. Lebih lanjut menurut Perludem, pelaksanaan Pemilu lima kotak membuat Partai Politik tidak punya waktu yang cukup untuk melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik dalam pencalonan legislatif tiga level (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota) sekaligus. Sesuai alasan-alasan yang diajukan tersebut, Perludem meminta Mahkamah agar Pemilu dipisah menjadi Pemilu Nasional untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden serta Pemilu Daerah untuk memilih Anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan kepala daerah. Perludem juga meminta ada jeda 2 tahun antara kedua Pemilu.

Setelah putusan MK diberitakan di sejumlah media nasional terutama melalui platform media sosial, publik pun bertanya-tanya, persoalan apa yang menyebabkan model Pemilu serentak nasional dan daerah ini berubah dari penyelenggaraan Pemilu sebelumnya. Tulisan ini bermaksud melakukan flashback mengenai latar belakang perubahan model Pemilu serentak berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah. Dalam proses sejarah demokrasi elektoral Indonesia, terjadi perubahan signifikan pasca jatuhnya rezim otoriter Orde Baru pada Mei 1998 yang menghembuskan semangat reformasi disegala lini kehidupan, khususnya reformasi politik secara besar-besaran merubah semua struktur politik kearah lebih liberal. Pemilu 1999 digelar sebagai pemilu pertama pascareformasi diikuti oleh 48 partai politik dengan sistem dan mekanisme pemilu persis sama seperti pemilu di era sebelumnya. Parlemen hasil pemilu 1999 kemudian melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat tahap membentuk demokrasi Indonesia yang terus melangkah dari era transisi menuju konsolidasi. Hasil amandemen konstitusi tersebut melahirkan tiga ketentuan penting yaitu presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum, pembentukan lembaga representasi baru mewakili daerah yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai perwakilan setiap daerah provinsi di parlemen, serta pemilihan kepala daerah langsung.

Penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden pada Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu 2014 dilaksanakan secara terpisah. Hal ini dianggap tidak konstitusional. Efendi Ghazali dan Koalisi Masyarakat Menggugat kemudian melakukan aksi menggugat UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terhadap gugatan tersebut kemudian keluarlah putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013. Menurut Mahkamah Konstitusi, memisahkan pemilu legislatif dan pemilu presiden adalah inkonstitusional. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam keserentakan Pileg dan Pilpres ini memiliki tiga alasan yaitu, efisiensi anggaran, penguatan sistem presidensial, dan original intent. Putusan MK ini menjadi dasar yang menetapkan kebijakan tentang pemilihan umum serentak dan mulai dilaksanakan pada Pemilu 2019.

DPR dan Pemerintah sebegai pembentuk undang-undang juga menyetujui hasil putusan MK tersebut dengan alasan logis efisiensi dari sisi anggaran dan waktu ketika Pemilu presiden dan Pemilu legislatif dilaksanakan secara serentak pada waktu yang sama. Selain itu, pencalonan presiden tidak akan tersandra oleh koalisi partai partai politik dalam dukungan pada saat pencalonan. Skema pemilu serentak akan memperkuat skem sistem presidensial yang merupakan amanat konstitusi. Dengan kata lain, skema pemilu serentak membuat proses politik dalam kandidasi pilpres bersih dari lobi-lobi dan negosiasi politik dari partai-partai politik hanya untuk kepentingan sesaat.

Putusan MK 14/2013 kemudian di undangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, sehingga Pemilu DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota pada tanggal 17 April 2019 dilaksanakan secara serentak. Pada pelaksanaannya terdapat beberapa masalah yang menonjol berupa munculnya kompleksitas secara teknis manajemen di lapangan. Para analis kepemiluan menemukan sejumlah persoalan pada keserentakan Pemilu 2019 dari sisi sistemik dan manajemen operasional, kemudian mengemukakan opsi-opsi perbaikan untuk Pemilu 2024.

Penyelenggaraan Pemilu 2024, model Pemilu serentak lima kotak relatif sama dengan Pemilu 2019 karena masih mendasarkan pada regulasi yang sama yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, namun KPU sebagai pelaksana teknis penyelenggaraan Pemilu telah melakukan inovasi pada sejumlah tahapan terutama penyederhanaan administrasi hasil pemilu di TPS dan penggunaan tenknologi informasi seperti Sirekap. Pelaksanaan Pemilu lima kotak tahun 2024 juga tidak luput dari persoalan dalam setiap tahapannya, bahkan beberapa hal yang menjadi tujuan dilaksanakan Pemilu serentak belum tercapai, sehingga perubahan model keserentakan berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah ini perlu dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah model Pemilu serentak yang telah di putuskan MK.

Putusan MK mengenai pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah sebenarnya bukan isu baru. MK dalam salah satu putusannya memberi pembuat undang-undang untuk memilih sejumlah opsi model Pemilu serentak nasional dan Pemilu serentak lokal. Ketentuan itu terdapat dalam putusan MK nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diputuskan pada 26 Februari 2020, yang digugat Perludem mengenai format Pemilu nasional dan Pemilu daerah. MK dalam putusan tersebut mengajukan 6 (enam) model atau skema Pemilu serantak. Pertama, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, dan anggota DPRD. Pemilu serentak semacam ini disebut pemilu lima kotak seperti pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024. Kedua, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati-Walikota. Ketiga, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Pemilu serentak semacam ini disebut Pemilu serentak tujuh kotak. Keempat, Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota. Kelima, Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota. Keenam, Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden.

Menurut Didik Supriyanto, alternatif pada point keempat setidaknya tidak membuat pemilih bingung, tidak memberatkan penyelenggara pemilu dan membikin bergema kampanye partai politik pasangan calon eksekutif maupun calon legislatif. Juga memperkuat sistem presidensial ditingkat nasional dan lokal (Supriyanto, 2020). Alternatif keempat dianggap pilihan yang sesuai bagi proses elektoral berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah. Namun, secara teknis manajerial kemungkinan masih terdapat problem teknis manajerial terutama pada Pemilu daerah.

Sebenarnya, geliat pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah telah digaungkan oleh analis dan praktisi pemilu. Khoirunnisa Nur Agustyati (editor) dalam Evaluasi Pemilu Serentak 2019: Dari Sistem ke Manajemen Pemilu, menegaskan bahwa salah satu model yang yang paling relevan dan mendekati kebutuhan adalah model Pemilu serentak nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPR dan DPD kemudian Pemilu serentak lokal dengan memilih kepada daerah serta memilih DPRD. Selanjutnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menawarkan tiga opsi keserentakan Pemilu 2029 (Bingkai Nasional, 9/5/2025). Opsi pertama tetap sama seperti Pemilu dan Pilkada tahun 2024 kemarin. Opsi kedua pemisahan Pemilu Nasional DPR, DPD dan Presiden-Wakil Presiden kemudian selang tahun berikutnya pelaksanaan Pemilu Lokal memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur dan Bupati/Walikota pada tahun 2030 atau tahun 2031. Opsi ketiga, pelaksanaan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak dengan jeda waktu tidak seperti pada pelaksanaan tahun 2024 kemarin. Menurut Bagja, varian kedua dan ketiga perlu dipertimbangkan. Pernyataan analis dan praktisi pemilu diatas menegaskan bahwa pilihan yang telah di tetapkan sebagaiman putusan MK mengenai pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu lokal dianggap sebagai pilihan yang tepat.

Perubahan format keserentakan berupa pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu daerah ini pastinya harus memiliki payung hukum, maka dalam waktu dekat sebelum pelaksanaan tahapan pemilu sudah dilakukan revisi Undang-Undang Pemilu maupun Undang-Undang Pilkada. Sebagaimana diberitakan, Komisi II DPR RI akan memulai pembahasan mengenai revisi UU Pemilu dimulai tahun 2026 (Detik News, 8/5/2025). Menurut MK, memisahkan keserentakan Pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden dengan Pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, serta walikota-wakil walikota adalah konstitusional. Hal ini untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas, memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih.

Sebagaimana dilansir dari website MK, berikut sejumlah asumsi pokok dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 dalam sidang Putusan pada Kamis (26/6/2025). Pertama, menenggelamkan masalah pembangunan daerah, dalam hal Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal yang diselenggarakan dalam waktu berdekatan menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat menilai kinerja pemerintahan hasil pemilu serta pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.

Kedua, pelemahan pelembagaan Partai Politik. Pemilu lima kotak seperti pada pemilu 2024 berimplikasi pada kemampuan partai politik dalam mempersiapkan kader partai dalam kontestasi pemilu, sehingga partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme di banding menjaga idealisme dan ideologi partai politik. Selain itu, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilu legislatif secara bersamaan antara pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sekaligus menyiapkan kader untuk kontentasi pemilu presiden-wakil presiden membuat proses kandidasi penuh transaksional. Partai politik terpaksa merekrut calon berbasis popularitas hanya demi kepentingan elektoral semata.

Ketiga, kualitas penyelenggaraan pemilu. Pemilu lima kotak (DPR, DPD, Presiden, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota) yang dilaksanakan berdekatan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sebagaimana pada tahun 2024, menyebabkan terjadinya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu yang berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum. Selain itu, Pemilu Nasional dan Lokal yang dilaksanakan pada waktu yang sama menyebabkan adanya kekosongan waktu yang relatif panjang bagi penyelenggara pemilu.

Keempat, pemilih jenuh dan tidak fokus. Pemilu Nasional dan Lokal yang dilaksanakan berdekatan berpotensi membuat pemilih jenuh dengan agenda pemilihan umum. Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dengan waktu yang tersedia sangat terbatas seperti pada Pemilu Lima kotak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Kelima, waktu penyelenggaraan Pemilu. Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden dilaksankan pemungutan suara untuk memilih DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, serta walikota/wakil walikota. Keenam, pengaturan masa transisi atau peralihan masa jabatan baik masa jabatan DPRD hasil pemilu 14 Februari 2024 dan masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan 27 November 2024, penentuan dan perumusan masa transisi merupakan kewenangan pembentuk undang-undang yakni DPR RI.

Model Pemilu nasional dan Pemilu lokal sebagaimana alternatif yang telah ditetapkan jika dilihat dari sejumlah tesis MK diatas belum secara spesifik mempertimbangkan aspek teknis manajerial pada penyelenggara pemilu serta bagaimana pengaruhnya bagi pemilih. Pilihan alternatif ini tidak menutup kemungkinan akan melahirkan kompleksitas baru sebagaimana pemilu sebelumnya, sehingga perlu dilakukan kajian secara mendalam terutama dampak pada aspek sistemik dan tata kelola pemilu.

Oleh: Abidin Mantoti

Polisi Hentikan Proses Salah Satu Kasus Di Sula

SULA – Kasus perbuatan tak menyenangkan dan pengancaman yang diduga dilakukan oleh Kepala ULP inisial RB yang ditangani Satreskrim Polres Kepulauan Sula dihentikan.

Kasat Reskrim Polres Kepulauan Sula, IPTU Rinaldi Anwar saat dikonfirmasi pun membenarkan informasi tersebut.

“Untuk kasus oknum Kepala ULP inisial RB tersebut penyelidikannya sudah dihentikan,” kata Kasat Reskrim Polres Kepulauan Sula, IPTU Rinaldi Anwar, Rabu (18/06/2025).

Baca juga: Kasus Kepala ULP Di Sula Bakal Digelar, IPDA Rizal: Semua Saksi Sudah Diperiksa

Ia menambahkan, hasil gelar perkara kasus oknum Kepala ULP inisial RB tak ditemukan unsur pidananya.

“Kasus tersebut sudah kita lakukan gelar perkara, hasil gelar perkara ialah tidak ditemukan nya unsur pidana di dalamnya,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Polda Diminta Ambil Alih Kasus Oknum Polisi Di Sula Terkait Dugaan Persetubuhan

SULA – Penanganan kasus salah satu anggota Polres Kepulauan Sula inisial JA berpangkat Bripda yang dilaporkan 16 mei 2025 oleh seorang perempuan inisial SW terkait dugaan persetubuhan, dikeluhkan oleh pihak keluarga pelapor.

Rasman Buamona, mewakili pihak dari Keluarga pelapor inisial SW menilai Polres Kepulauan Sula terkesan pilih kasih dalam menangani perkara SW.

“Kalau kasus seperti ini yang terlapornya masyarakat biasa, pasti cepat penanganannya sebaliknya juga kalau anggotanya yang terlapor penanganannya sangat lambat susah sekali mendapatkan informasi perkembangan kasusnya, jadi menurut kami Polres Kepulauan Sula terkesan pilih kasih dalam menangani Kasus saudara perempuan kami,” katanya, Sabtu (14/06/2025).

Baca juga: Isu Penghentian Salah Satu Kasus Tipikor Di Sula Beredar, Ini Kata IPTU Rinaldi

Ia pun mengaku, pelapor inisial SW pernah melakukan percobaan bunuh diri lantaran trauma.

“Dalam Kasus ini, Adik kami inisial SW dia trauma, sehingga pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan menyiram minyak tanah di badannya dan hendak ingin membakar diri,” bebernya.

Baca juga: 25 Anggota DPRD Sula Didesak Bentuk Pansus Persoalan PPPK

Dalam hal tersebut, Rasman pun meminta Polda Maluku Utara untuk mengambil alih Kasus oknum polisi inisial JA berpangkat Bripda terkait dugaan persetubuhan kepada perempuan inisial SW.

“Informasi yang kami dapatkan dari Polres Kepulauan Sula beberapa waktu lalu Oknum polisi inisial JA telah ditahan, namun faktanya tadi Adik perempuan kami inisial SW mengaku berpapasan dijalan, sehingga kami dari pihak keluarga meminta Polda Maluku Utara untuk mengambil alih kasus ini karena kami menilai Polres Kepulauan Sula sengaja melindungi oknum polisi inisial JA,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Isu Penghentian Salah Satu Kasus Tipikor Di Sula Beredar, Ini Kata IPTU Rinaldi

SULA – Kasus anggaran pengawasan dana desa (DD) senilai 1 miliar lebih pada APBD tahun 2022 yang ditangani Polres Kepulauan Sula masih menunggu gelar perkara selanjutnya dengan mabes Polri. Namun isu miring yang beredar dan menjadi konsumsi publik terkait Kasus yang menyeret nama Kepala Inspektorat Sula Kamarudin Mahdi akan dihentikan.

Menanggapi hal tersebut, Kasat Reskrim Polres Kepulauan Sula, IPTU Rinaldi Anwar menegaskan, isu tersebut hanyalah hoax.

“Jadi kiranya jangan gampang termakan hoax atau isu yang beredar dari sumber tidak jelas,” katanya, Sabtu (14/06/2025).

Baca juga: Salah Satu Kepala Dinas Di Sula, Dipolisikan Istrinya

Ia menjelaskan, Kasus anggaran pengawasan dana desa (DD) tinggal menunggu gelar dengan Bareskrim.

“Sampai saat ini kita telah melaksanakan gelar perkara di Polda, dan menunggu dari bareskrim untuk gelar bersama Polda dan Polres, jadi kasus tersebut belum di hentikan dan masih berlanjut,” bebernya.

Baca juga: Janjikan Lulus P3K, Kepala BKSDM Sula Diduga Lakukan Pungli

IPTU Rinaldi juga bilang, akan lakukan Konfrensi pers kasus anggaran pengawasan DD, pasca gelar dengan Bareskrim.

“Status kasusnya masih dalam tahapan penyelidikan dan memang betul sudah ada pengembalian kerugian negara, untuk konfrensi pers nya nanti setelah gelar perkara bersama bareskrim,” ungkapnya.

Baca juga: Ada Dugaan Proyek Fiktif Di Sula, BPKP Didesak Audit Investigatif

Sebelumnya, DPC GMNI Kepulauan Sula yang kerap lakukan aksi dan mengawal berbagai kasus tipikor menilai Kapolda Maluku Utara takut tetapkan Kepala Inspektorat Sula Kamarudin Mahdi sebagai Tersangka dalam kasus anggaran pengawasan DD.

“Kalau penyidik betul-betul berniat untuk menangani kasus anggaran pengawasan DD, pastinya sudah ada tersangkanya dan kasus ini tak akan mengendap dimeja Satreskrim Polres Sula, jadi perlu kami tegaskan bahwa, Kapolda Maluku Utara takut tetapkan Kamarudin Mahdi sebagai tersangka,” kata Ketua DPC GMNI SULA Rifki Leko, Sabtu (03/05/2025) kemarin.

Baca juga: Kapolda Baru Ditantang Tuntaskan Kasus Anggaran Pengawasan DD Di Sula

Ia menilai ada skenario konspirasi kejahatan yang mainkan oleh oknum-oknum penyidik yang menangani kasus anggaran pengawasan dana desa (DD).

“Jujur, kasus ini sangat meresahkan publik dan warga pun mosi tidak percaya pada Polres Kepulauan Sula, jadi kami menilai ada konspirasi kejahatan secara masiv yang sengaja dilakukan oleh oknum-oknum penyidik hanya untuk melindungi Kamarudin Mahdi sehingga kasusnya lama digelar padahal beberapa saksi sudah diperiksa serta audit kerugian negaranya sudah lama dikantongi,” tutupnya.

Sekedar informasi terkait penanganan Kasus anggaran pengawasan DD senilai 1,1 miliar beberapa orang telah diperiksa, seperti Kamarudin Mahdi, Plt. Kepala Inspektorat, mantan inspektur Ibu Neovita, mantan Inspektur Machful Sasmito, Plt. Inspektur Hi. Kamaludin Sangaji serta beberapa Irban di Inspektorat Pemda Kabupaten Sula.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Ada Dugaan Proyek Fiktif Di Sula, BPKP Didesak Audit Investigatif

SULA – DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik Penugasan Transportasi Perairan, khususnya dengan tema Konektivitas Kawasan untuk Pembangunan Inklusif, adalah bagian dari DAK Fisik yang fokus pada peningkatan konektivitas kawasan untuk mendukung pembangunan inklusif.

DAK ini dialokasikan untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana transportasi perairan, dengan tujuan meningkatkan konektivitas antar wilayah dan mendukung pembangunan inklusif di daerah.

Secara keseluruhan, DAK Fisik Penugasan Transportasi Perairan dengan tema Konektivitas Kawasan untuk Pembangunan Inklusif adalah instrumen penting dalam mendukung pembangunan daerah, khususnya di wilayah yang memiliki potensi transportasi perairan yang besar.

Pada tahun 2022 ditemukan, Daerah Kabupaten Kepulauan Sula memperoleh persetujuan pencairan DAK Fisik Penugasan Transportasi Perairan untuk Pembangunan Inklusif. Temuan ini berdasar laporan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara disingkat KPPN Maluku Utara terhadap pencairan DAK Fisik yang bersumber dari APBN Tahun anggaran 2022.

Berdasar temuan laporan KPPN Maluku Utara bahwa total nilai yang tercantum dalam SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) Bendahara Umum Daerah (BUD) yang disetujui Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Inklusif Kabupaten Kepulauan Sula dengan tema Konektivitas Kawanan Transportasi Perairan Tahap I senilai Rp1.684.265.445, untuk proyek kelengkapan dermaga di pelabuhan Waikalopa Sanana Utara dan proyek pekerjaan rehabilitasi kelengkapan Dermaga (Fasilitas Perairan) Pelabuhan Tanjung Botu Mangoli Tengah yang Diduga proyek fiktif atau tak dikerjakan.

Rifaldi Ciusnoyo, Alumni Universitas Muhammadiyah Kendari, mendesak Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Maluku Utara untuk lakukan Audit Investigatif Terkait 2 Proyek Tersebut.

“Berdasarkan temuan laporan KPPN Maluku Utara dan dugaan proyek tersebut adalah proyek fiktif, maka dalam kesempatan ini kami mendesak Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan Maluku Utara (BPKP) Maluku Utara untuk melakukan audit investigatif anggaran proyek kelengkapan dermaga di pelabuhan Waikalopa Sanana Utara dan anggaran proyek pekerjaan rehabilitasi kelengkapan dermaga (Fasilitas Perairan) Pelabuhan Tanjung Botu Mangoli Tengah,” katanya, Selasa (27/05/2025).

Baca juga: 4 Paket Pekerjaan Dishub Kepsul Jadi Temuan BPK RI, Ada Juga Paket Miliaran

Ia menduga, kalau 2 proyek menggunakan DAK tahun 2022 tersebut tak dikerjakan, pastinya sangat berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah.

“Kalau proyek kelengkapan dermaga di pelabuhan Waikalopa Sanana Utara dan proyek pekerjaan rehabilitasi kelengkapan dermaga (Fasilitas Perairan) Pelabuhan Tanjung Botu Mangoli Tengah yang melekat pada Dinas Perhubungan adalah dugaan proyek fiktif artinya tak dikerjakan, maka kami menilai sangat berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah berupa DAK Fisik tahun 2022 senilai Rp 1.684.265.445, yang bersumber dari APBN,” tegasnya.

Baca juga: Sejumlah Paket Pada Dishub Sula Kerap jadi Temuan BPK RI, Termasuk Pengadaan Bus Air Roro

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Kepulauan Sula, Chairullah Mahdi saat dikonfirmasi mengatakan, 2 proyek tersebut sudah diperiksa oleh BPK dan ada temuan, akan tetapi sudah dilakukan pengembalian.

“Tak ada proyek fiktif, semua pekerjaan sudah diperiksa oleh BPK, kemudian ada temuan kelebihan pembayaran namun sudah dibayarkan oleh perusahaan secara bertahap,” ucapnya mengakhiri.

Baca juga: Pengadaan Obat Di RSUD Sanana Senilai 2 Miliar Lebih Jadi Temuan BPK RI

Sekedar informasi proyek pekerjaan rehabilitasi kelengkapan dermaga (Fasilitas Perairan) Pelabuhan Waikalopa Sanana Utara tahun 2022 dikerjakan oleh CV. Arpon Karya Utama dan proyek pekerjaan rehabilitasi kelengkapan dermaga (Fasilitas Perairan) Pelabuhan Tanjung Botu Mangoli Tengah tahun 2022 dikerjakan oleh CV. Febrian Putra Perdana.

Berikut lampiran rincian nilai kontrak pelaksanaan dan nilai pencairan DAK Fisik TA 2022:

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

Jubir Pemda Sula Diharapkan Tidak Bermain-main Dengan Hak Puluhan Dokter

OPINI – Di zaman digital, menjaga nalar adalah jihad intelektual.” (Ahmad Syafii Ma’arif).

Dokter adalah profesi seseorang dengan keahlian khusus di bidang kedokteran. Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi seseorang yang bekerja di instansi pemerintah.

RSUD Sanana adalah institusi pelayanan kesehatan yang dimiliki dan dioperasikan oleh instansi pemerintah daerah Kepulauan Sula. Insentif dokter adalah bentuk penghargaan terhadap profesi dan keahlian seseorang bukan bentuk gaji pokok ASN.

Jadi, insentif dokter dan gaji pokok ASN adalah dual hal berbeda. Karena insentif dokter ini bersifat hak sedangkan gaji pokok ASN bersifat wajib. Perbedaan inilah yang harus dilihat secara jernih oleh Jubir Pemda Kepulauan Sula sebelum buat keterangan ke publik.

Karena keterangan Jubir Pemda Kepulauan Sula itu seolah-olah membenturkan tuntutan 32 orang dokter yang berstatus ASN di Rumah Sakit Umum Daerah terhadap insentif mereka dari bulan Januari-Mei 2025 dengan dua sistem ini Asben dan E-Kinerja ASN atas nama keluhan warga terhadap kehadiran dan kinerja dokter, sehingga menjadi pertanyaan adalah apakah keterangan Jubir Pemda Kepulauan Sula ini adalah bentuk bermain-main dengan tuntutan 32 orang dokter terhadap insentif mereka bersifat hak kepada Pemda Kepulauan Sula.

Kita semua tahu, bahwa ASBen (Absensi Elektronik) dan e-Kinerja ini merupakan dua sistem yang digunakan oleh pemerintah untuk mengelola dan mengukur kinerja ASN (Aparatur Sipil Negara). ASBen digunakan untuk mencatat kehadiran ASN, sedangkan e-Kinerja digunakan untuk melakukan penilaian kinerja ASN berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja.

Ada pun jika klaim Jubir Pemda Kepulauan Sula adalah ada keluhan warga Sula, jadi mengenai kinerja dokter seharusnya klaim tersebut harus berbasis data, agar tidak menimbulkan asumsi liar dari publik, Sehingga diharapkan kepada Juru bicara Pemerintah Daerah, Kadis Kominfo Kabupaten Kepulauan Sula Barkah Soamole ini melihat secara jernih persoalan insentif 32 orang dokter tersebut.

Oleh: Rifaldi Ciusnoyo, Alumni Universitas Muhammadiyah Kendari.

Redaktur: TIM

Damaz: Terima Kasih Pemda Sula Atas Dukungan Melestarikan Bahasa Daerah

SULA – Balai Bahasa Provinsi Maluku Utara melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengajar Utama Bahasa Daerah Sula Dalam rangka melestarikan bahasa daerah di Kabupaten Kepulauan Sula yang dilaksanakan di aula Istana daerah, Senin (19/05/2025).

Damaz Aristy Sisvareza, S.S, Ketua Panitia Bimtek, dalam sambutannya mengucapkan terimakasih atas kontribusi serta dukungan dari Pemerintah Daerah Kepulauan Sula untuk kegiatan pelaksanaan revitalisasi bahasa daerah.

“Pelaksanaan kegiatan Bimtek ini, kami libatkan 100 orang peserta terdiri dari tenaga guru serta rekan-rekan komunitas literasi yang berada di Kepulauan Sula, tak lupa pula kami ucapkan terima kasih atas kontribusi dan dukungan dari Pemda atas pelaksanaan kegiatan bimtek Dalam rangka melestarikan bahasa daerah,” katanya.

Baca juga: Aksi Joget Dan Sawer Biduan Seksi Di Bali Oleh Oknum Kades Di Sula, Tuai Kritik

Ia juga berharap, seluruh peserta Bimtek Tenaga Pengajar Utama Bahasa Daerah Sula, dapat memperhatikan serta beradaptasi dengan materi-materi yang akan paparkan oleh sejumlah narasumber.

“Tujuan dari Bimtek Tenaga Pengajar Utama Bahasa Daerah Sula, guna menjaga esensial bahasa daerah agar tidak punah, jadi kami berharap bapak ibu nanti dapat beradaptasi dan memperhatikan materi-materi yang kami berikan selama kegiatan berlangsung,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM

IPDA Husni Bantah Anggotanya Terlibat Komplotan Pencurian Hewan

SULA – Komandan Kompi I Batalion C Pelopor Kepulauan Sula bantah Anggotanya insial SU terlibat dengan Komplotan Pencurian Hewan Ternak yang meresahkan Warga Kota Sanana.

“Tadi anggota tersebut, saya sudah panggil diruangan dan tanyakan terkait keterlibatannya dengan Komplotan tersebut, jadi saya tegaskan, dia tak terlibat dengan Komplotan Pencuri Hewan Ternak,” kata IPDA Husni Kemhay, Komandan Kompi (Danki) I Batalion C Pelopor Kepulauan Sula saat dikonfirmasi diruangannya, Senin (19/05/2025).

Baca juga: Salah Satu Kepala Dinas Di Sula, Dipolisikan Istrinya

Ia menambahkan, Anggotanya inisial SU sudah sering beli hewan ternak dan hanya tahu itu hewan peliharaan ketika dibeli.

“Menurut keterangan anggota saya, dirinya sudah sering beli hewan ternak di desa-desa seperti di Malbufa, Nahi, dan Fatkauyon. dan ketika pemilik hewan yang jual ke anggota saya inisial SU, semua penjual mengaku hewan peliharaan milik mereka,” bebernya.

Baca juga: GPM Temukan Puluhan Paket Proyek Di Sula Yang Tak Dikerjakan

IPDA Husni juga bilang, untuk nama-nama yang menjual hewan ke anggotanya inisial SU sudah dikantongi.

“Nama-nama penjual hewan ternak sudah dikantongi sesuai keterangan anggota saya inisial SU, jadi kami siap membantu apabila masyarakat butuh informasi terkait hewannya yang hilang untuk membongkar sindikat Komplotan Pencurian Hewan,” cetusnya.

Ia pun berharap, anggotanya agar tak terlibat hal-hal yang rugikan instusi.

“Kita ini ada untuk mengayomi serta melindungi masyarakat, jadi saya berharap Anggota saya agar tak terlibat hal-hal melanggar hukum serta menjaga nama baik institusi dimanapun berada,” tutupnya.

Pewarta: Setiawan Umamit

Redaktur: TIM